Pages

JEANNE BENNEDICT

Sudah hampir seminggu berlalu setelah kepergianku dari rumah. Entah bagaimana sudah keadaannya aku tak tahu dan tak pernah ingin mengetahui. Terakhir itu bagaikan medan pertempuran, hiruk teriakan dan umpatan yang saling berbalasan. Tak jarang kekerasan fisikpun terjadi, aku tak tahu bagaimana keadaan adikku Sonia saat ku tinggal bersama kedua orangtuaku. Mereka seakan tak mengerti apapun tentang belas kasihan, bahkan mereka tidak perduli apapun yang ada termasuk aku dan Sonia. Saat itu aku ingin membawa Sonia keluar dari rumah angker itu, tetapi setelah aku pikir, bagaimana aku mengasuh bayi 1 tahun sedangkan aku mengurus diri sendiri saja tidak bisa?

Pagi – pagi buta aku udah bangun dan siap – siap, semua baju udah aku tata rapi dalam tas koperku mungkin cukup untuk sebulan. Untung saja aku sudah memegang ATM. Walaupun tidak cukup banyak, aku harap ini cukup buat biaya makan, dan sewa kamar di kost – kostan. Soal transport bisa dipikirkan nanti, bisa jalan kaki. Setelah semua sudah beres, aku menyempatkan mencium Sonia dan mengucapkan selamat tinggal “bye sayang, tidur yang nyenyak. Kakak minta maaf gak bisa bawa kamu juga sayang, tapi kakak janji gak ninggalin kamu lama – lama” tanpa aku sadari seolah mendengar suaraku, tangan mungil Sonia menggenggam erat jari telunjukku. Dengan berat aku melepaskannya dan mengusap air mataku yang menetes di pipi Sonia, mungkin saat aku menangis, air mataku jatuh di pipinya yang chubby. Dan akupun berlalu darinya. Berat rasanya, tetapi ini keputusanku. Aku akan pergi sampai orangtuaku kembali akur atau benar – benar berpisah, sulit memayangkan Sonia yang masih kecil harus kehilangan orangtua yang lengkap.

Sebelum aku pergi aku meletakkan sepucuk surat di bawah pintu kamar Sonia. Berharap orangtuaku membacanya, tetapi kalaupun tidak, tak akan menjadi masalah karna itulah mereka, tidak pernah peduli akan apapun. Bagai kaki seorang petualang, aku meringankan kakiku menuju tempat yang bisa menyembunyikanku sementara dan membuat hidupku sedikit lebih bermakna. Mungkin aku takkan aman jika tetap berada di kotaku, mereka akan mudah mencariku. Jadi aku memutuskan untuk pergi keluar kota dengan bis dapat ditempuh kurang lebih 6 jam dari kotaku. Aku telah menyiapkan uang saku, mengingat terbatasnya mesin ATM. Perjalanan meninggalkan kotaku terasa begitu nyaman. Semakin jauh aku meninggalkan, semakin aku lupa dengan masalah yang membuatku lari dari kotaku. Atau mungkin itu karena mp3 yang memutar lagu kesukaanku “I’d Lie” ? Mungkin tidak ada hubungannya dengan masalahku. Namun lagu itu yang selama ini membuat aku semangat, meski masih berbau romantika tetapi aku merasa bisa semangat jika mendengarkannya.

6 jam perjalanan aku tempuh, akhirnya aku tiba di kota dimana banyak kenangan semasa aku kecil dahulu. Ya, meskipun bukan kota kelahiranku, tetapi aku dibesarkan di kota ini. Dengan semangat aku turun dari bis kemudian mengambil koperku dan mulai berpikir dimana aku akan tinggal seraya berjalan, berjalan tanpa arah kalau orang – orang katakan. Aku dapat melepas rindu ketika aku melihat beberapa bangunan dan mall yang merupakan bangunan atau mall terkenal di kota ini. Langkahku yang semakin tidak jelas sebenarnya cukup membuat aku bingung, dan aku memutuskan untuk pergi menuju gereja terdekat untuk sekedar menitip koper dan beberapa barang berharga milikku. Aku berniat untuk mencuci mata sebentar di salah satu mall terdekat, beruntung saja penjaga gereja bersedia menjaga koperku. Dan akupun bisa berjalan sesukaku tanpa ada seseorang yang melarang atau membatasiku. Di mall aku melihat berbagai macam orang – orang, tetapi mayoritas adalah cina. Meskipun ini daerah Kalimantan, tetap saja pendatang atau keturunan dari cinta mendominasi kota ini. Lalu aku melihat beberapa anak muda sedang asik jalan berdua, ya mungkin mereka menganggap mall ini adalah dunia mereka berdua. Namun sesuatu sangat menggangguku ketika aku melihat seorang ibu menggandeng seorang anak dan suaminya menggendong anaknya yang satu. Sangat harmonis dan menusuk perasaan. Lalu aku memutuskan untuk pergi dan mencari tempat lain.

Kakiku mengantarkanku menyusuri setiap sisi di pinggir jalan. Mengantarkanku untuk mendekati sumber suara yang sangat meriah. Seperti ada festival band remaja, dan suara teriakan penonton menarikku untuk datang mendekat dan menonton. Saat aku tiba di tempat dimana festival band diadakan, saat itu sebuah band telah selesai beradu panggung dengan band satunya. “Kolaborasi band, sial aku gak sempat nonton” umpatku. Namun seseorang wanita yang mungkin sebaya denganku tidak sengaja mendengar dan kemudian membalas umpatanku tadi “tenang aja, habis ini ada band yang lumayan bagus juga kok, palingan bentar lagi cewek – cewek di pojok sana (sambil menunjuk sekumpulan cewek – cewek yang berada di sebelah timur) akan berteriak seperti histeris atau semacamnya lah” jawabnya. Aku berpikir sejenak lalu mengangguk, memberikan respon agar orang itu tahu bahwa aku mendengarkannya berbicara. Lalu aku menjawab “Seberapa keren anak band itu? Atau mereka anak orang – orang kaya di kota ini?” tanyaku penasaran. “ya, mungkin mereka sedikit keren, tapi bukannya kalau main band bukan tampang aja yang di jual? Bermusiknya juga harus meyakinkan. Aku tidak suka melihat mereka teriak histeris seperti itu” balas perempuan itu. Aku tak membalas ucapannya, hanya mengerutkan kening lalu aku bergumam di dalam hati “wanita ini sama seperti aku, tidak menyukai wanita – wanita itu”. Tak lama setelah aku bergumam pekikan cewek – cewek itu langsung memenuhi bagian timur barisan penonton. Band itu terdiri dari 5 cowok – cowok yang menurutku tidak seperti anak gedongan yang “wah”, meski begitu penampilan mereka cukup casual, tetapi begitu aku melihat seseorang dari anggota band itu, aku langsung bergegas pergi karena aku mengenal orang itu. Dulu, aku ingin sekali bertemu dengannya, namun tidak untuk sekarang. “Aku minggat! Bukan untuk kangen – kangenan! Lagipula dia mungkin sudah tidak ingat denganku. Fans cewek – cewek itu lebih berharga kok!” aku terus meyakinkan diriku untuk tidak tetap berdiri dan menunggu dia melihatku lalu menegurku dan mengajakku jalan atau apalah sebagainya. Mungkin aku akan terbang jika itu terjadi. Semua akan sia – sia.

Lalu aku melanjutkan perjalananku dengan kaki yang tak pernah lelah. Ketika aku masih memikirkan anak band itu tiba – tiba aku mendengar suara tabrakan yang keras. Akupun langsung berlari menuju kerumumunan orang itu lalu aku melihat seorang wanita yang tergeletak dan kepalanya berlumuran darah. Setelah ku perhatikan dengan seksama, ternyata aku mengenal wanita itu. Dia kakak dari anak band itu. Tanpa pikir panjang, aku merangkul wanita itu, bernama Sarah. Lalu seorang bapak yang berdiri di sampingku bertanya, “mbak siapanya ya?” sontak aku bingung lalu aku menjawab “saya adiknya om, boleh minta tolong carikan taksi lalu angkat kakak saya. Saya akan mengantarkannya kerumah sakit” Lalu beberapa pemuda mencarikan taksi lalu mengangkat Kak Sarah dengan hati – hati lalu menyuruh supir taksi mebawaku ke rumah sakit terdekat. Di dalam taksi aku hampir menitikkan air mata. Bukan karena sedih melainkan aku takut darah, sementara Kak Sarah berlumuran darah dan darahnya menetes sampai ke bajuku. Sesampainya di rumah sakit, dua orang petugas mengangkat Kak Sarah lalu membawanya ke UGD. Aku ingin sekali masuk namun dokter tidak memperbolehkanku masuk. Aku yang panik kemudian menatap tajam tas Kak Sarah, berharap dia meletakkan hpnya di dalam tas dan aku bisa menghubungi kedua orang tuanya. Sebenarnya aku bisa menghubungi adiknya yang sedang ikut festival band, namun aku takkan berniat untuk membawanya dalam kejadian ini. Setelah mengutak – atik hpnya, akhirnya aku menemukan nomor telepon rumah Kak Sarah, dengan gemetar perasaan yang bercampur aduk antara takut karena mereka mungkin akan mengira aku yang menabraknya dan cemas karena nyawa seseorang, terlebih itu nyawa kakak perempuan anak band itu. Ya anak band itu Denis Bennedict.

Ben, sahabat yang sudah lama aku kenal. Aku tak pernah lagi menghubunginya, seperti dulu aku selalu menghubunginya entah lewat sms, telpon atau di situs sosial. Ben mungkin terlarut dengan kehidupannya yang sangat sibuk, dan aku memutuskan untuk tidak berperan lagi dalam hidupnya. Namun ini masalah yang kompleks, pertama aku hanya membawa uang yang terbatas sementara aku harus menebus biaya perawatan Kak Sarah, mau tak mau aku Jeanne bukanlah pengecut yang membiarkan tanggung jawab begitu saja. Aku harus membayarnya dan mungkin merawat kak Sarah jika orang tuanya tidak berada disini. Tak lama kemudian di seberang sana ada seseorang wanita yang mengangkat telponku. “Halo, dengan siapa?”. Begitu mendengar suara itu, jantungku beradu dan semakin kencang dan akupun berbicara dengan terbata – bata “Ha-ha-lo, i-ini rumah Kak Sa-sa-rah?” terdengar balasan dari sana “Ya benar, ini siapa ya?” “Maaf sebelumnya, saya Jeanne, Kak Sarah sedang di rumah sakit sekarang. Bisa datang sekarang? Kami di rumah sakit di dekat kantor walikota” “Ya, tunggu disana saya akan kesana” lalu wanita itu menutup telpon. Lalu aku berjalan menuju bagian administrasi lalu melunasi biaya Kak Sarah, meski tak lazim tetapi aku ikhlas membayarnya. Aku mempunyai alasan yang jelas soal itu.

Kemudian aku berjalan menuju ruang dimana Kak Sarah sekarang sedang beristirahat, mungkin dia masih trauma setelah kecelakaan yang mungkin saja merenggut nyawanya saat itu. Aku ragu untuk masuk namun aku memberanikan diri. Aku membuka pintu kamar rawat dan kemudian duduk di samping ranjang Kak Sarah lalu aku memegang tangan kak Sarah lalu Kak Sarah kaget melihatku berada di sampingnya. Lalu dia menangis mengucapkan terimakasih kepadaku. “Makasih Jeanne sayang. Tapi gimana kamu bisa tau kakak kecelakaan? Gimana caranya kamu bisa sampai disini?” Aku tersenyum kecil kemudian membalas Aku sedang jalan – jalan ketika kakak kecelakaan, aku hanya bilang kalau kakak adalah kakak kandungku lalu orang – orang mencarikan taksi kemudian kakak ada disini. Aku sudah telpon ke rumah, dan mungkin sebentar lagi mereka datang” jawabku pelan. Lalu kak Sarah mebalas “Kan kamu bisa hubungi Ben, jadi kamu gak perlu capek – capek bawa kakak kesini” Aku bingung antara senyum atau menangis. Karena jujur saja walaupun aku mengatakan aku tidak ingin bertemu Ben, aku masih sangat merindukannya. “Hah, itu berkhayal namanya Jen” gumamku. Lalu tak berapa lama keluarga Kak Sarah datang. Semua kaget melihat Kak Sarah yang kepalanya di perban. Begitu juga dengan Ben, hanya saja dia kaget melihatku yang ada di samping Kak Sarah. Lalu aku keluar dan membiarkan Kak Sarah menceritakan apa yang terjadi. Saat aku duduk di taman depan rumah sakit itu. Sambil mengingat lagi apa tujuanku kesini dan bagaimana kabar Sonia dirumah. Tak lama setelah itu tiba – tiba seorang lelaki datang menghampiriku lalu duduk disampingku. Terdengar suara “Kenapa kamu tadi pergi pas bandku tampil?” Ben mengawali pembicaraan. “Aku? Aku kesini bukan untuk senang – senang. Maaf, aku harus pergi” saat aku bergegas pergi Ben melarangku dan kemudian kembali bertanya “Kenapa kamu tolong kakakku, tapi kamu benci aku?” kemudian aku kembali duduk di sampingnya lalu menjawab pertanyaannya “Karna ketika aku memutuskan untuk menyayangi seseorang, aku harus menyayangi keluarganya juga” Kemudian Ben berdiri dan menarikku menuju motornya dan kemudian mengajakku ke suatu tempat. Motornya melaju menuju ke sebuah pantai. Lalu dia mengajakku turun dan kemudian aku memandang pantai itu kemudian aku menangis mengingat semua penderitaanku di rumah dan kemudian aku tertunduk, saat itu juga Ben mengatakan “Laut yang di depan itu tidak ada apa – apanya dibandingkan dengan sayangmu sama aku. Aku minta maaf karena aku terlambat mengatakan ini” Kemudian Ben mengambil sebuah tongkat kayu dan kemudian menuliskan sesuatu di atas pasir “I LOVE U JEANNE” aku yang melihat itu kemudian menangis, terharu kemudian Ben mengantarkanku kembali ke rumah sakit.

Saat berada di rumah sakit, orang tua Ben ingin mengantarkanku ke rumah dimana aku tinggal selama berada di kota ini, namun aku menggeleng. Aku emngatakan aku kesini sendirian dan aku belum mendapatkan penginapan atau hotel. Lalu keluarga Ben menawariku untuk tinggal smentara di rumahnya. Awalnya aku menolak, namun Ben dan Kak Sarah memaksaku dan kemudian mereka mengembalikan uang yang aku gunakan untuk menebus biaya perawatan Kak Sarah. Saat menjadi bagian dari keluarga Ben, aku merasakan apa yang tidak pernah lagi ku rasakan akhir – akhir ini. Aku memutuskan memberitahu penyebab aku lari dari rumah dan kemudian orangtua Ben membicarakannya dengan orangtuaku tanpa sepengetahuanku. Selama seminggu akhirnya orangtuaku menjemputku di rumah Ben dan kemudian mereka minta maaf dan kemudian berjanji membawaku ke suasana rumah yang damai lagi. Aku berterimakasih kepada keluarga baruku, terutama untuk Ben. “Thanks for all you’ve done for me ya J love you” Ben membalas dengan senyum lalu mengirimkanku sms “Thanks for every tears and happiness for me too ya J Love you too

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

jadul *oyee*

Kemarin malam (27.02.11 21:58) aku nerima pesan, tepatnya balasan *terpaksa* dari sobatku. Ya bisa di bilang aku sahabatan sama dia udah ada kurang lebih 1 tahun 4 bulan lah.

Selama 1 tahun lebih itu udah banyak suka duka, mungkin sukanya saat aku sama dia saling membunuh perut karna ketawa terus. Dukanya mungkin kebanyakan karna salahku mungkin, hihi. Ya keseringan aku marah sama dia karna dia JARANG BANGET BALAS SMSKU, hiks. But, itu gak selamanya alasan sih. Dia bilangnya dia malas pegang hape, males isi pulsa, ato banyak tugas ato sibuk (anak osis sih), etc.

Ya Cuma masalah sepele gitu aja sih, tapi namanya teman paling enggak mau dengerin temannya ngomong apa gitu nah, itu sudah alasanku ngambek ngambek sama kamu. Wakak..

Ok, kembali ke benang merah, yap sms dari dia begini “Okee…bye. Membaik dn prbuat yg terbaik y ter (‘: Sampe ktemu slesai ujian” huaa hamper nangis tuh baca smsnya, tapi gak bakal bisa nangis, nih mata udah keburu capek karna belajar. Terus aku *pura-pura* sedih gitu (sedih beneran) karna gak di bolehin smsan selama ya kurang lebih sebulan sama dia. Trus dari siapa aku bisa dapat dukungan? Nah begini jawabnya (rada koplak sih sebenarnya)”Gogogo” *go go go emang balapan? Terus aku bilang bukan dukungan yg seperti itu yang kumaksud. Eh dia malah jawab smsku lebih koplak dari tadi, begini: “Gimme T gimme E gimme R gimme E Go tere go” serasa jadi cheerleader ya kamu? Tapi serius deh gara gara sms dia begini jadi semangaaaaatttt ’45. Ya walaupun itu sms terakhir selama aku belum menyelesaikan UN, tapi gak apa apalah. Asal nanti kalo sudah selesai UN kamu masih setia balas smsku ;) haha. Aku janji kok nurutin smsmu itu “PERBUAT YANG TERBAIK kalo bahasa bataknya : Do the best” hha.

Sebenernya pas aku nerima smsnya itu aku habis test lab, habis ambil darah tuh. Jadi belajarnya tengah malaman. Sebenarnya kado ultahku nanti aku kepengen sih ke tempatmu. Cuma kebentur sama UN jadi ke tempatmu selesai UN aja, ya ku harap aku bisa ketemu sama kamu, sama kason, pengennya sama kak praise tapi ndak mungkin lah, lagi di manado dianya sama sekalian mau ketemu sama yang lainnya pastinya. Kalo jadi usahain buat sempet sempetin yaa ;) Kamu jaga kesehatan ya, Jangan ikut ikutan nge-trek (traumatic), sukses buat karirmu sama studimu.. Maaf kalo aku banyak salah ya, doain aku LULUS pokoknya, kalo kamu gak doain gak temen kita. Haha

----------------------------------------------- sekian dari bule sayur, bye bye hansip, wish me luck! OK :D ------------

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

V-A-L-E-N-T-I-N-E

Sebelum hari valentine, aku terpikir untuk membuat project baru –hitung-hitung untuk mengisi waktu luang –. Jujur, aku masih terlalu ‘awal’ buat mengerti apa itu VALENTINE yang biasa orang-orang ibaratkan sebagai hari kasih sayang. Sebenarnya setiap hari adalah kasih sayang. Tinggal kita para individu yang memaknainya. Well, ini sebagian pendapat kerabat, adik, kakak, dan mami saya tentang apa itu valentine :

- My beloved Nicole said : valentine itu makanan – I don’t know what does it mean –

- My older sista Rina said : hari cokelat sedunia – you still try to become fatter, huh? –

- My beloved friend Yulda said : Hari kasih sayang, penghormatan ke seorang pastor.

- My bible teacher Praise said : valentine itu hari dimana kita ngerayain hari kasih sayang. Bukan masalah perayaan tetapi gimana kita memaknainya. Bukan masalah hadiah, cokelat atau bunga, tapi gimana kita belajar tulus gak cuma di tanggal 14 feb aja. Tapi tiap hari adalah valentine’s day.

- The oldest girl in my class, Ulfa said : biasa saja, gak ada yang special. Sama seperti hari biasa.

- The tallest girl in my class, Sari said : it means nothing for my life.

- The most eccentric girl in my class, Desy said : sebuah hari diantara 365 hari dalam setahun, sebuah tanggal diantara 30 tanggal dalam sebulan dan sebuah keajaiban diantara beribu-ribu keajaiban dari Tuhan *wkwkwk.

- The best aunty, Yuni Amaliya said : Menurutku hanya hari biasa hehe

- My best friend out there, Joseph Mike said : Great, but no problem if Elisabeth (her gf) not here. But in my eyes and heart still close to her.

- My beloved one, Elisabeth said : hari kasih saying

- Actually I want to ask about vannes’ and beverly’s opinion, but they can’t. I hope you will alright out there bevy. I miss you so much

Mereka punya opini sendiri – sendiri tentang apa itu hari valentine’s day. Buatku butuh waktu untuk mengerti hal itu. Yap he’s in the heaven now, I can’t ask his opinion about valentine, haha. Happy valentine’s day boy, love you Samuel Pieter F :)

I made this for you :

Mother Theresa said : the greatest troubles of human life is being unloved and unwanted.

Yap, itu bener seratus persen. Menjadi individu yang tidak di cintai dan tidak diinginkan itu masalah terbesar dalam hidup manusia. Seorang bayi tidak mungkin lahir kedunia jikalau kedua orangtuannya tidak saling cinta. Tetapi itu juga terjadi jika sepasang manusia mabuk-mabukan dan kemudian melakukan hubungan seks tanpa alat kontrasepsi, dan sempurna. Perempuan itu hamil, kemudian melahirkan. Apapun yang terjadi, entah bayi itu diharapkan atau tidak, dia harus hidup. Sandra menyadari hal itu, sejak awal kelahirannya ia sama sekali tidak diharapan oleh orangtua dan keluarganya. Ibunya melahirkan dia diluar nikah, ya hasil hubungan terlarang itulah Sandra sekarang tinggal di biara dan di asuh oleh seorang suster yang iba akan dirinya yang dibuang jauh dari keadaan keluarga secara normal.

Semenjak lahir, ibu Sandra menitipkan anaknya ke biara dan berharap Sandra bisa tumbuh layaknya gadis lainnya, paling tidak sampai ada keluarga yang mau mengadopsinya.

Sudah 15 tahun Sandra tinggal di biara, dan selama itu, suster Ellen menolak setiap keluarga yang ingin mengadopsi Sandra, tanpa memberi tahu alasannya kepada orangtua yang ingin mengadopsinya dan juga kepada Sandra. Tak jarang Sandra merasa kesal dan sedih dikala ia melihat teman-temannya yang lain di adopsi oleh keluarga baru mereka. Merasa kesepian, tetapi ia tidak tahu ingin berbuat apa.

Sandra tidak pernah menganggap kalau ada orang yang mencintainya, dan tidak percaya akan hal itu. Dia memiliki keyakinan bahwa di dunia yang kejam, hanya orang-orang yang tidak memiliki rasa cintalah yang akan menang.Walaupun suster Ellen selalu menunjukkan rasa sayangnya kepada Sandra, itu takkan berarti apa-apa jikalau Sandra menutup matanya utuk memahami apa yang terjadi, menutup hatinya untuk mengerti keadaan dan menerima kasih sayang yang ada di sekitarnya. Diapun selalu tertutup akan masalah yang dia hadapi. Tetapi itu tidak berlangsung lama, ketika seorang gadis remaja yang sebaya dengannya tiba-tiba muncul di biara. Gadis itu bernama Joana, iapun memiliki masalah yang sama dengan Sandra. Setelah ibunya meninggal karena melahirkannya dan 2 tahun kemudian ayahnya meninggal saat ayahnya menyelamatkan Joana dalam musibah kebakaran yang menimpa rumahnya. Dan keluarga Joana menganggap bahwa Joana adalah anak pembawa sial, maka semenjak ayahnya meninggal dia ditempatkan di biara yang tidak jauh dari rumah neneknya, namun tanpa ada alasan yang jelas, Joana kabur dari biaranya dan kemudian mendatangi biara dimana Sandra berada. Suatu kebetulan, namun perlahan Sandra menyadari bahwa ia dapat mempercayai Joana sebagai sahabatnya. Dan itu mengubah hidup Sandra. Semua itu terjadi saat Sandra mulai sakit-sakitan, muntah darah dan tubuhnya lemas, dan Joana mengetahuinya. Namun Sandra memesan agar Joana tidak memberitahu siapapun.

Keadaan Sandra yang semakin parah membuat Joana semakin tidak tahan untuk menyembunyikan kondisi Sandra saat ini, dan akhirnya Joana mengatakan hal tersebut kepada suster Ellen. Mengetahui bahwa suster Ellen menyadari akan kondisi Sandra, Sandra pun memaki Joana, dia mengatakan bahwa Joana dan orang lainpun sama saja, tidak pernah peduli, Sandra membenci Joana saat itu, walaupun demikian Joana tidak pernah membenci Sandra. Suster Ellenpun membawa Sandra untuk berobat, awalnya Sandra menolak dengan keras namun keadaan tubunhya yang sangat lemah membuat dia tidak berdaya. Diagnosa dokter mengatakan bahwa Sandra mengidap leukemia dan salah satu ginjalnya sudah tidak berfungsi lagi dan sulit bagi Sandra untuk berthana hidup dengan satu ginjal. Hal itu membuat suster Ellen dan Joana terpukul, mereka sama sekali tidak pernah menyangka bahwa musibah akan menimpa Sandra lagi. Suster Ellen pun berniat untuk mendonorkan ginjalnya, namun dokter menolak karena ginjal suster Ellen tidak cocok dengan Sandra.

Rambut indah Sandra yang kini hilang, membuat Sandra tidak percaya diri lagi. Sandra semakin yakin bahwa tidak seorangpun menyayanginya, termaksud Tuhan. Tuhan tidak mungkin memberi penyakit berat seperti leukemia jika Tuhan menyayangi Sandra. Hari-hari Sandra di rumah sakit tidak sepenuhnya sepi, setiap hari suster Ellen dan Joana menemani Sandra di rumah sakit, walaupun Sandra tidak pernah mengubris mereka berdua tetapi suster Ellen dan Joana sadar, kedatangan mereka bisa membuat Sandra sedikit terhibur di tengah penyakit keras yang menimpanya. Sebulan, dua bulan hingga tiga bulan. Kondisi Sandra semakin parah, ia sekarat di rumah sakit. Dokter mengingatkan kepada suster Ellen bahwa Sandra haru segera mendapatkan donor ginjal. Mendengar hal itu Joana berniat untuk memberikan ginjalnya kepada Sandra dan berharap Sandra akan hidup lebih lama. Beruntung, ginjalnya sangat cocok dengan Sandra. Dan operasi cangkok ginjal itupun dilaksanakan tanpa Sandra tau siapa pendonor ginjal tersebut.

Setelah operasi cangkok ginjal itu dilaksanakan, kondisi Sandra membaik dan dia di perbolehkan untuk kembali ke biara. Suster Ellen dan Joana sangat senang mendengar hal itu. Mereka dan penghuni biara lainnya menyambut kedatangan Sandra. Tetap saja Sandra tidak menganggap itu semua adalah bentuk kasih sayang kepadanya. Ia hanya menganggap bahwa mereka hanya kasihan melihat Sandra dan coba member simpati karena mereka tahu bahwa hidup Sandra tidak akan lama lagi. Walau tak sepenuhnya menerima Joana kembali, namun perlahan Sandra mulai membangun komunikasi kembali dengan Joana. Dan hal itu membuat Joana bahagia. Joana selalu menemani Sandra dan bersedia mengantarkan Sandra kemana saja, semenjak dari rumah sakit, Sandra harus duduk diatas kursi roda karena keadaannya belum pulih sementara dia harus berjuang untuk hidup. Joana selalu ada disamping Sandra kapanpun Sandra membutuhkannya, Joana memberikan seluruh detiknya kepada Sandra.

Namun kebahagiaan itu tidak berlangsung lama, leukemia Sandra telah mencapai 41 persen, yang membuat Sandra harus kembali ke rumah sakit. Terapi untu mengurangi leukemia Sandra sudah tidak berpengaruh. Lagi-lagi Sandra kehilangan fungsi ginjalnya. Hal itu semakin membuat suster Ellen takut. Dia tidak bisa lagi mempertahankan nyawa anak asuhnya yang ingin sekali ia adopsi. Ya, sejak Sandra dititipkan, suster Ellen sudah berniat untuk melepas statusnya sebagai biarawati dan ingin mengadopsi Sandra dan mengasuhnya layaknya anaknya sendiri. Namun semua itu dihalangi oleh keputusan suster kepala yang tidak mengijinkan suster Ellen untuk mengadopsi Sandra karena suster kepala melihat bahwa Sandra tidak menyayangi suster Ellen, itu semua akan percuma jika suster Ellen melepas status biarawatinya tetapi Sandra tidak ingin hidup bersamanya.

Joana yang sangat sayang terhadap Sandra berniat ingin member hadiah valentine kepada Sandra. Sebuah cincin yang dahulu melingkar di jari Joana akan ia berikan kepada Sandra. Saat ia masuk ke kamar Sandra, ia sangat kaget karena Sandra tidak ada di ranjangnya. Joana mencari dimana Sandra dan kemudian mendengar berita dari seorang suster bahwa Sandra sendang ada di rumah sakit, leukemianya kambuh dan ia gagal ginjal lagi. Dengan segera Joana pergi ke rumah sakit dimana Sandra berada sekarang. Sepanjang jalan, Joana hanya bisa menangis, mungkin ia akan kehilangan Sandra. Satu-satunya orang yang membuat hidup Joana begitu sempurna. Sesampainya di rumah sakit Joana mendatangi dokter yang menangani masalah Sandra dan kemudian menanyakan keadaan Sandra. Dengan berat hati dokter mengatakan bahwa Joana datang di saat yang tepat, dimana Sandra sudah berada di ujung hidupnya. Ia tak memiliki ginjal lagi dan penyakitnya semakin parah. Joana hanya bisa menangis mendengar hal itu, dan kemudian mengambil keputusan untuk memberikan ginjalnya kepada Sandra. Dokter memperingati Joana jika ia hidup tanpa ginjal, ia harus berhati-hati. Sedikit kecerobohan bisa membuat hidupnya berakhir. Joana tidak memperdulikan hal itu, ia merasa telah siap jika ia harus meninggal, asalkan orang yang ia sayang bisa hidup. Suster Ellen yang mendengar pembicaraan Joana dengan dokter segera melarang Joana memberikan ginjalnya kepada Sandra. Namun Joana hanya berkata “Ayah dan Ibuku telah merindukanku, kini tugasku selesai”. Suster Ellen langsung memeluk erat Joana sambil menangis dan membisikkan sesuatu “Lakukanlah apa yang telah menjadi tugasmu, nak”. Hari itu juga operasi tranplantasi ginjal itu dilaksanakan.

Setelah operasi itu berjalan, keadaan Sandra memulih sedangkan keadaan Joana memburuk tanpa ginjalnya. Sandra memaksa suster Ellen memberitahukan siapa pendonor yang mau mendonorkan ginjalnya. Awalnya suster Ellen tidak ingin memberitahu tetapi semakin didesak akhirnya suster Ellen mengatakan bahwa pendonor itu adalah Joana. Sentak mendengar itu, Sandra segera turun dari ranjangnya dengan infus yang masih menusuk dan segera berjalan menuju kamar dimana Joana di rawat. Sandra berusaha untuk kuat berjalan meski ia harus tertatih. Ketika ia masuk ke kamar dimana Joana di rawat, ia tersentuh melihat sahabat yang selama ini menjaganya saat sakit, merawatnya dan menemani Sandra dengan tulus kini terbaring lemah diatas ranjang dengan tubuh yang memucat dan saat Sandra menyentuh lengan Joana, ia merasakan dingin yang membuatnya menangis. Joana yang menyadari kedatangan Sandra segera terbangun dan meneteskan air matanya. “Apa mungkin ginjalmu ini membuat aku hidup?” tanya Sandra dengan lirih. Joana hanya membalasnya dengan senyuman dan kemudian berkata “Percayalah, kau akan sembuh Sandra. Tenanglah, aku akan bahagia melihatmu hidup sehat lagi” Perkataan Joana membuat Sandra kini sadar bahwa ia selama ini dikelilingi orang yang saying rehadapnya hanya saja ia menutup dirinya untuk menyadari itu semua. Sandra segera memeluk Joana dan kemudian Joana melepaskan cincin yang melingkar di jarinya dan kemudian memasangkannya di jari manis Sandra sambil berkata “Ini hari valentine, jaga kadonya baik-baik ya” Sandra menerima cincin itu dan kemudian bertanya “Apa itu valentine? Apa itu hari untuk menukar kado?” Joana diam dan tersenyum berharap sahabatnya akan mengetahuinya kelak.

Kondisi Joana yang sekarat disanjung dengan berita baik bahwa leukemia Sandra telah sembuh, sebuah keajaiban terjadi. Sandra sangat senang mendengar berita itu namun di sisi lain ia tetap saja merasa bersalah kepada Joana, ia baru menyadari bahwa selama ini Joana menyayanginya tetapi ia sia-siakan. Dan tak lama kemudian Joana menghembuskan nafas terakhirnya, namaun sebelum meninggal, Joana sempat menuliskan sebuah surat yang berisi “ Untuk Sahabatku Cassandra, kau tahu seberapa berartinya dirimu buatku? Memilikimu lebih dari cukup bagiku. Maafkan aku, hanya itu yang bisa kuberikan. Namun kamu harus tahu, suster Ellen menyayangimu seperti anaknya sendiri, Kini aku hanya ingin kamu merelakanku saat aku pergi. Salam Joana-“ Sandra terisak ketika membaca surat tersebut dan kemudian berlari menemui suster Ellen yang ternyata telah siap untuk melepas statusnya sebagai biarawati. Sandra menghampiri suster Ellen dan berkata “ambil aku sebagai anakmu suster” dan kemudian suster Ellen memeluk Sandra kemudian hidup mereka berdua dimulai. Sandra tidak keberatan jika suster Ellen merawatnya seorang diri asalkan suster Ellen menyayaginya seperti ia menyayangi suster Ellen. Dan setiap hari valentine, Ellen dan Sandra mendatangi makam Joana dan mendoakan Joana agar bahagia di alam sana.

Cerpen ini mungkin tidak bercerita tentang sepasang kekasih seperti biasa dikaitkan sama hari valentine, aku hanya menjadikannya sedikit berbeda. Yang terpenting kasih sayang bisa kita perjuangkan walau itu terbayar dengan nyawa, seperti apa yang terjadi, isn’t it muel? Haha, I miss you, dear :)

Aku juga mau say thanks for my friend, I called him with “hansip” haha. Thanks for being my inspirator, you make me laugh when the other people make me cry. You lifted me up when they left me down.

Say thanks to all my classmates, they make me laugh everyday; even they often make me angry.

Thanks to my older brother Yohanes Sitinjak yang selalu jadi tempat curhatku, tempat aku marah-marah dan tempat aku nangis-nangis, you're the best bang.

Thanks to Rina, Aisyah, Indah, Ichy, Sabet : we’ve been friend since we’re born. Right?

Thanks to my brother Imanuel B. Parapat yang nemenin aku terus, haha

Thanks to mami Jeni, tante Yuni, abang Deo, dan kak Jurgen, dan Nunk yang ajarin aku berfikir dewasa kecuali Deo, biasanya kamu jadi partnerku kelahi bang, haha

Thanks to all my friends at SMPN 1 Bontang, and SMPN 3 Balikpapan

Thanks to kak Praise dan kason a.k.a kak Sonia, they help me to solve my problems

Thanks to Nicole, Rany, dan Gita. Thanks for everything dear :)

Thanks to Beverly, Vannesa and Joseph who lived far away from my country. I hope God will bless you all the time :)

Special thanks for Jesus, He makes me strong to life and He will answer all my prays, I believe that.

And the last for Lia, I don’t know is she real or not. But she came to my dream.
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

penghuni lama

sempat salah satu guru di smp 1 bilang kalo di kelasku foto pak sby itu sering goyang2 sendiri, padahal gak ada angin sama sekali ..
kemudian ibu bilang, kalo mau tau tanya sama om agus aja.. yg jaga sekolah !

dulu mamanya dwi pernah bilang kalo kita gak boleh melamun di kelas, bakal kesambet soalnya kelas kita tepat bersebrangan sama pemakaman umum ..
awalnya memang ngeri, tapi itu semua jadi biasa, karna kita 2 tahun kelasnya di situ (sekarang hampir 3 tahun)..
pas anak - anak SMP 3 BPP datang ke skolaku, aku sempat berpikir,,, mereka gak takut kah belajar di depan kuburan ?? ternyata mereka juga sedikit heran apalagi astaman, agnes, ama satu lagi aku lupa.
kemudian suasana malam di skolahku lumayang mencekam..
pas latihan senam di kelas malam2, wew suasananya eh.. merinding ...

aku juga pernah ngalamin, pas semua anak-anak pada sholat, adel ama eni ambil makan.. aku sendiri di kelas, tiba2 kayak ada yang lewat dari arah lab bahasa ke kelasku..
seperti bayangan hitam tinggi dan besar! pas aku lihat, ternyata gak ada orang sama sekali ..
lalu aku masuk ke kelas lagi, aku duduk di depan laptopku, dan kembali terjadi, seperti ada sosok putih berdiri di depan pintu kelasku, pas kulihat, silau sekali, dan tanpa pikir panjang aku lari keluar kelas,, dan nyusul eni sukur, eni ama adel udah di depan lab komputer!!
semenjak itu aku kapok tinggal sendiri di kelas ..
ada juga adek kelas yang bilang ada sosok ibu2 berdiri di depan pohon yang ada persis di depan kelasku.
aku gak mungkin sepenuhnya percaya, tapi aku harus berjaga - jaga!!
so, ada atau enggaknya mereka percaya aja, kita hidup di dunia ini gak sendirian, ada makhluk lain.
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

:)

24.06.2010 jam 23:18:18

Kamu pernah bilang kalo ‘pasti menyesal kalo udah terlanjur kenal aku” saat itu

Kamu juga pernah bilang kalo kamu cuma perusak hubungan aja, dan kamu itu gak berarti.

Awalnya memang aku sempat beranggapan kalo kamu itu “penggangu” aja.

Semenjak aku mulai berteman dengan kamu, masalah memang ga pernah berhenti muncul.

Selalu ada dan selalu ada setiap saatnya. Aku akui itu, dan aku pun hanya manusia biasa yang ada saatnya menyerah melawan masalah.Semenjak aku kenal kamu, semua yang ga pernah aku pikirkan, itu terjadi.

Tapi kalau kamu tau, semenjak kenal kamu aku pun lebih memaknai hidupku, aku lebih dekat dengan Tuhan, aku pun tau apa itu “setia” dan aku belajar banyak hal dari kamu. Akupun ga pernah berhenti memohon saat permintaanku belum di kabulkan Tuhan, apa itu hidup dalam Tuhan aku mulai mengerti perlahan demi perlahan.

Trimakasih ((:

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Fool, Stupid, Crazy.

Kemaren tanggal 06.12.2010
aku dan rombongan yang tidak di jemput yang beranggotakan 4(7) orang.
Tere(myself), Binti, Mirna, Nisa, dan adek kelas yang bernama Desi, Dea, dan satu lagi ga tau namanya aku.
Hujan yang begitu derasnya menggoda siapa saja untuk bermain di bawahnya. Jadi aku memutuskan untuk main hujan sambil nunggu di jemput.
Untung tuh jalan raya lumayan sepi, jadi bisa main hujan hujanan.
Gak lama kemudian 2 adek kelas itu di jemput. Sisa Dea yang masih diem, sambil ketawa sedikit kalo liat tingkah kocak, gila, eccentric kami.
Lalu setelah menunggu kalo gak salah satu jam lebih, taksi yang kami tunggu pun datang. Di dekat kami itu ada perempatan jalan, Dari sebelah timur, ada taksi yang melaju dan dari sebelah utara ada mbak2 yang pake baju biru, lagi nangis sambil jalan seolah2 menghadang taksi yang laju tadi. (di tengah hujan pastinya) nah aku reflek kalo liat begitun, jadi aku mau teriak tuh bilang :MBAAAKKK AWASSSS" eh taunya ada satu cowok yang ngejar dia dari belakang. Untung tuh taksi gagah, bisa ngerem biar dia gak di tabrak. Buseeet kayak sinetron eh, matavv. Tapi aku sempat jengkel juga sih kenapa sih cuma gara2 cinta sampe mau mati? Iman ama Pahala itu sudah cukup kah buat mati? kalo aja tuh taksi ga mau ngerem, mungkin tuh mbak2 udah jadi daging penyet. Mati di tempat, bikin ruwet. Gak ruwet2 amat sih, soalnya pas di depan sekolahku itu ada kuburan umum, jadi kalo mati tinggal lempar ke kuburan (belakang kelasku tepatnya). Heran deh sama manusia manusia yang kayak gitu, toh tu cowoknya udah minta maaf, masih ada cara lain buat nyelesain masalah. Bukan dengan cara bunuh diri. Kecuali kalo udah depresi dan stres ya gapapa, kan udah stres ga bakal bisa mikir panjang. So, buat remaja2 lain ato orang lain yang punya masalah dengan cinta ato apalah sejenis itu, baik2lah menyelesaikan masalahnya.Jangan pake bunuh diri segala ya,, hidupmu itu mahal banget.
Ciao from Tere Helen
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS